Minggu, Mei 02, 2010

Hari Pendidikan Nasional



Undang-Undang Dasar 1945 bertekad untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, memperoleh pendidikan adalah hak setiap warga Negara. Jadi tidaklah berlebihan, jika pendidikan itu juga merupakan bagian dari Hak Azasi Manusia (HAM).

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tanggal 2 Mei setiap tahunnya diperingati oleh pemerintah khususnya Departemen Pendidikan Nasional. Peringatan Hardiknas ini juga dilaksanakan di seluruh daerah, baik propinsi maupun kabupaten/kota. Untuk menghilangkan image negative dari masyarakat khususnya kalangan orang tua murid yang tidak mampu, bahwa acara peringatan tersebut hanya akal-akalan dan menghabiskan anggaran, biasanya acara peringatan ini dikemas dengan label
"syukuran"

Bertepatan dengan hari pendidikan tersebut, diberbagai daerah tanah air kita juga terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan bebagai kalangan khususnya mahasiswa dan aktivis yang peduli terhadap kelangsungan pendidikan di Indonesia.

Renungan 2 Mei dr Budi Rarhdjo
[budi rahardjo, 2 mei 2001]

2 Mei Tahun 2001. Di suatu tempat di Indonesia.
Guru: Selamat pagi anak-anak?
Siswa (serempak): Selamat pagi bu guru.
Guru: Tanggal 2 Mei hari apa, anak-anak?
Siswa: Hari Rabuuuuu...
Guru: Bagus. Tapi, maksud ibu, tanggal 2 Mei merupakan suatu hari yang istimewa di Indonesia. Ada apa tanggal 2 Mei?
Siswa (bingung)

Demikianlah kira-kira potret pendidikan Indonesia. Jika anda tanyakan pertanyaan yang sama kepada orang di jalan, anda akan mendapat jawaban yang sama: bingung. Tanggal 2 Mei semestinya menjadi peringatan bagi kita semua akan pentingnya pendidikan. "Ya, pak. Saya tahu pendidikan itu penting", demikian kata anda dan jutaan orang Indonesia lainnya. Namun, yang bergerak dan sungguh-sungguh mencintai pendidikan di Indonesia tidak begitu banyak. Masih adakah?

Seorang kawan penulis mengingatkan tulisan atau pengalaman Richard Feynman (mendapat hadiah nobel di bidang Fisika) ketika dia mengajar di Brazil, yang situasi pendidikannya ternyata sama seperti di Indonesia. Mahasiswa malas belajar (hanya pandai menghafal teks saja). Mahasiswa akan bersorak senang ketika kuliah dibatalkan. Dosen malas mengajar dan lebih senang ngobyek. Ketua jurusan malas mengurus dosen-dosen yang tidak mau diatur. Dekan malas mengurus ketua jurusan. Sampai ke Rektor yang malas mengurus semuanya. Semuanya malas! Tapi, setiap hari mahasiswa pergi ke kampus, dosen juga ngajar, meski semuanya ogah-ogahan. Mengapa kita mengerjakan sesuatu dimana semua tidak senang? Apa tidak lebih baik semuanya berhenti saja dan tinggal di rumah? Setelah selang waktu tertentu langsung saja sang mahasiswa diberi sertifikat. Semua senang. Everybody happy.

Pendidikan juga sering dijadikan lahan bisnis. Lihatlah betapa banyaknya kursus, lembaga pendidikan yang didirikan untuk sekedar mengobral sertifikat dan gelar. Tentunya dengan imbalan uang. Apakah ini akan berlangsung terus? Hampir setiap bulan penulis mendapat tawaran dari orang untuk ikut mendirikan lembaga pendidikan. Wah, memangnya demikian gampangnya? Padahal tidak mudah membuat sebuah lembaga pendidikan (khususnya di bidang Teknologi Informasi yang sedang populer saat ini). Sebenarnya yang paling sulit adalah pengajar dan materi (kurikulum, dsb.). Ini sering tidak disadari.

Poin di atas menunjukkan betapa suramnya pendidikan di Indonesia. Why doesn't anybody do something? Well, *YOU* are that somebody. Mengapa anda mengharapkan orang lain untuk melakukan sesuatu? Adalah anda dan saya yang ikut bertanggung jawab terhadap semua ini. Nah, pertanyaannya: maukah kita berbuat sesuatu?
(www.kaskus.us)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Perjalanan Barisan Cokelat Blak Magik is Designed by productive dreams for smashing magazine Bloggerized by Ipiet
Distributed by Deluxe Templates © 2008